Sebagai salah satu keharusan bagi umat muslim, terutama kaum laki-laki, sunat atau khitan menjadi sesuatu yang begitu sakral sekaligus misterius. Dikatakan sakral karena memang sunat merupakan ritual yang cukup mendebarkan bagi setiap orang, terutama yang menjalankannya. Dikatakan misterius karena memang asal muasal ritual sunat ini banyak yang membuat penasaran. Nah buat kamu yang penasaran dengan asal-muasal sejarah sunat, bisa menyimak informasi dalam artikel berikut ini.
Banyak Versi Tentang Asal Muasal Khitan
Sejarah atau riwayat dari tradisi sunat atau khitan ini memang memiliki banyak versi. Versi pertama, ada yang mengatakan bahwa ritual sunat sudah ada sejak Nabi Adam AS. Mengutip keterangan dari Injil Barnabas, dinyatakan bahwa manusia pertama yang berkhitan adalah Nabi Adam AS. Menurut keterangan dalam kitab tersebut, Nabi Adam melakukan khitan sebagai tanda taubatnya kepada Allah SWT karena dosa-dosa yang telah dilakukannya setelah melanggar larangan Allah untuk tidak memakan buah khuldi.
Sebuah catatan kuno dari sejumlah prasasti juga menyebut bahwa praktik sunat ternyata juga dilakukan bangsa Babilonia dan Sumeria Kuno sekitar tahun 3500 SM. Berdasarkan prasasti tersebut, tertulis secara rinci bagaimana bangsa Babilonia dan Sumeria Kuno melakukan praktik berkhitan.
Ritual Sunat Bangsa Mesir Kuno
Versi berikutnya dari asal-muasal khitan datang dari Mesir Kuno. Menurut beberapa sumber dikatakan bahwa ritual sunat ini sudah dimulai di Mesir sejak 2.400 SM. Data ini sendiri didasarkan pada temuan sebuah relief di tanah pemakaman kuno Saqqara yang menggambarkan serangkaian adegan medis, termasuk salah satunya sunat dengan menggunakan pisau. Berdasarkan catatan Ancient Origin, ritual sunat ini wajib dilakukan oleh remaja pria yang akan memasuki usia dewasa di kalangan bangsawan Mesir Kuno.
Bukti lain yang menguatkan adanya ritual sunat di Mesir Kuno adalah prasasti yang tertulis pada makam Raja Mesir yang bernama Tutankhamun. Pada prasasti tersebut tertulis praktik berkhitan di kalangan raja-raja (Firaun). Dalam prasasti itu juga diketahui bahwa para Firaun memakai balsam untuk menghilangkan rasa sakit ketika sebagian kulit kemaluan laki-laki dipotong. Khitan atau sunat ini sendiri dilakukan para raja Mesir Kono dengan tujuan untuk kesehatan.
Tradisi Khitan Pada Kaum Yahudi dan Nasrani
Jika banyak yang mengira praktik khitan ini keharusan umat muslim saja, tentu harus lebih jernih dulu memahaminya. Pasalnya, sejak ratusan tahun lalu orang-orang Yahudi juga mendapatkan kewajiban untuk berkhitan. Sebuah catatan dalam kitab Talmud–tafsir atas Zabur (kitab yang diturunkan kepada Nabi Daud A), disebutkan bahwa orang yang tidak berkhitan digolongkan pada kaum musyrik yang jahat.
Sementara pada kalangan Nasrani juga menyebut keharusan umatnya untuk berkhitan. Hal ini sendiri termaktub dalam Injil atau Kitab Ulangan yang menyebut perintah berkhitan. “Bersunatlah (khitan) untuk Tuhan; dan buanglah kotoran hatimu wahai orang-orang Yahuza dan penduduk Orsleim!”
Perintah berkhitan pada kaum nasrani juaga disebut dalam Injil Barnabas yang menyebut bahwa Yesus melakukan sunat (khitan) dan memerintahkan para pengikutnya supaya bersunat. Meski kemudian banyak orang Kristen yang tidak melakukannya, teks Injil menyatakan dengan gamblang bahwa berkhitan merupakan suatu hal yang sangat baik.
Ritual Khitan Pada Suku Aborigin, Afrika dan Israel Kuno
Pada suku Aborigin di Oceania dan Australia, mereka menggunakan kerang laut untuk melakukan khitan. Saat dilakukan khitan, akan ada seseorang pria yang berlutut di mana punggungnya akan dijadikan sandaran dari orang yang berkhitan. Beberapa pria lain akan memegangi tangan dan kakinya. Saat terjadi pendarahan, orang-orang Aborigin ini akan menggunakan asap dari api yang sebelumnya ditutupi oleh daun kayu putih selama beberapa jam. Darah yang menetes ke api disebutkan menjadi pertanda penghomatan bagi perempuan yang mengalami menstruasi.
Di benua Afrika sendiri, praktik sunat yang lebih detail dapat diketahui dari suku Xhosa dan Zulu di Afrika Timur. Dalam sebuah catatan dinyatakan bahwa seseorang yang akan sunat terlebih dulu tubuhnya akan dicat dengan kapur. Setelah itu ia akan diisolasi dari komunitas dan dilarang berdekatan dengan wanita selama beberapa minggu. Setelah di sunat, ia akan meninggalkan kulit khitan yang terpotong di hutan sebagai tanda telah meninggalkan masa kecil. Cat kapur yang menempel pada tubunya pun kemudian akan dihilangkan dengan mandi di sungai.
Di Israel kuno, sunat malah menjadi penanda etnis. Jadi mereka yang sudah sunat akan dianggap sebagai bangsa Israel. Hal ini kemudian berlanjut pada bangsa Yahudi modern dimana mereka menjadikan sunat sebagai bagian dari identitasnya. Biasanya mereka yang lahir dari bangsa Yahudi akan disunat langsung ketika berusia 8 tahun. Sementara bagi mereka yang baru masuk menjadi bangsa Yahudi ketika dewasa, mereka diharuskan melakukan sunat sebagai tanda atau identitas.
Khitan Sebelum dan Setelah Rasulullah SAW
Praktik khitan memang paling jelas riwayatnya dalam ajaran agama Islam. Cerita paling fenomenal dari ritual khitan dalam ajaran Islam yang sering didengar adalah kisah Nabi Ibrahim AS. Kisah khitan dari Nabi Ibrahim ini disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA oleh Imam Bukhari, Muslim, Baihaqi, dan Imam Ahmad, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: Ibrahim Khalil ar-Rahman berkhitan setelah berumur 80 tahun dengan menggunakan kapak.
Selanjutnya, ajaran berkhitan dari Nabi Ibrahim diikuti oleh para Nabi dan Rasul sesudahnya. Para Nabi dan Rasul setelah Nabi Ibrahim ini mengajarkan praktik khitan tersebut kepada umatnya masing-masing. Dari Nabi Ibrahim inilah muncul tradisi khitan yang turun-menurun hingga ke bangsa Arab jahiliyah. Nabi Ibrahim yang dianggap sebagai leluhur mereka, membuat tradisi khitan terus ada hingga masa Rasulullah SAW.
Sementara pada masa Rasulullah SAW, khitan juga dilakukan pada kedua cucunya, Hasan bin Ali bin Abi Thalib dan Husein bin Ali bin Abi Thalib, ketika masing-masing baru berusia tujuh hari. Rasulullah SAW sendiri menurut hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik dan Ibnu Abdul Bar, telah berkhitan sejak dilahirkan.
Catatan Lain Tentang Munculnya Praktik Khitan
Meski riwayat khitan ini ditemukan pada bangsa Mesir Kuno, namun dalam teori terbaru dinyatakan bahwa tradisi ini muncul berasal dari kebudayaan Arab Selatan dan sebagian Afrika. Pada akhirnya memang didapat kesimpulan dari para sarjana bahwa orang-orang Mesir kuno mengenal khitan karena telah lama berhubungan dagang dengan penduduk Arab Selatan dan Afrika.
Catatan lain mengenai tradisi khitan di Mesir muncul dari pendapat D. Doyle yang menyatakan bahwa orang Mesir mengadopsi sunat dari masa yang jauh lebih awal yakni dari orang-orang yang tinggal di daerah jauh di Selatan yang kini masuk negara Sudan dan Eithopia. Selain itu D. Doyle juga berpendapat bahwa sunat telah dipraktikkan di beberapa bagian Afrika seperti Mesir, kepulauan di Laut Selatan, Australia oleh suku Aborigin, suku Inca, Aztec, Maya, dan orang-orang Yudaisme, dan Islam.
Kontroversi Khitan yang Wajib dan Tabu
Pada akhirnya, ritual khitan memang menyebar ke seluruh penjuru dunia. Bagi umat muslim seperti yang diajarkan nabi dan rasulnya, kegiatan khitan merupakan sebuah keharusan atau kewajiban, terutama bagi kaum laki-laki sebagai sebuah fitrah. Rasulullah Muhammad SAW sendiri bersabda bahwa ada lima fitrah muslim. Salah satunya adalah sunat.
“Lima dari fitrah yaitu sunat, mencukur rambut kemaluan, mencabut rambut ketiak, memotong kuku dan mencukur kumis.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Sementara itu di negara lain seperti di Eropa, ada yang menganggap bahwa khitan sebagai sesuatu yang tabu. Bahkan American Academy of Pediatrics, mengecam sunat dengan asalan bisa mengganggu psikis anak. Namun apapun kontroversi yang terjadi, khitan jelas telah ditetapkan secara medis sebagai sesuatu yang baik dan banyak berguna untuk kesehatan.